Kamis, 25 November 2010

Hikmah Idul Adha Di Tengah Bencana Merapi

Gema takbir menggema di tengah hujan deras yang mengguyur kota Yogyakarta sejak Selasa dini hari. Namun kondisi tersebut tidak melunturkan semangat masyarakat Yogyakarta untuk menjalankan ibadah Sholat Idul Adha.
Sebagian Muslim di Yogyakarta merayakan Idul Adha pada hari Selasa, sehari lebih cepat dari yang sudah ditentukan pemerintah. Pemerintah Daerah Yogyakarta juga menyediakan tempat beribadah bagi umat Muslim yang merayakan Idul Adha pada hari Rabu.
Idul Adha tahun ini adalah perayaan hari besar Islam yang dijalani dengan penuh hikmat di Yogyakarta karena berlangsung di tengah ribuan korban bencana Gunung Merapi. Diingatkannya tidak ada satu umat manusia-pun yang mampu memprediksi kapan bencana akan terjadi dan jika bencana memang sedang menimpa maka harus dijalani dengan tegar.
“Bencana ini sebagai ujian dari Allah, yang tentu ujian itu bermaksud agar manusia kembali kepada jalan kemanusiannya yang suci, yaitu hidup dengan baik dan benar sesuai dengan tuntutan dari Allah dan Rasulnya. Dan dengan begitu maka sesungguhnya implikasinya bukan bersifat individu tetapi bersifat kolektif bahkan juga terhadap alam lingkungannya.

Hikmah Idul Adha tahun ini di Yogyakarta dapat diartikan sebagai perenungan bahwa bencana dapat terjadi dimana saja, kapan saja dan bisa menimpa siapa saja.
“Hikmah Idul Adha ini , ujian ini juga bagian dari pengorbanan bagaimana mereka hidup di tenda dalam kekurangan makan, kurang minum, kurang tidur, dan segalanya bahkan yang terpenting lagi adalah suasana hati yang tidak nyaman itu juga bagian dari pengorbanan sehingga kalau itu diterima dengan tawakal dengan ikhlas itu tidak kalah sebagai sebuah bentuk ibadah kepada Allah yang Insya Allah diterima oleh Allah.

Dikutip dari : www.voanews.com

Sabtu, 13 November 2010

Membentuk Kepribadian Anak Yang Baik

Prinsip-prinsip bimbingan yang harus dijalani agar kepribadian anak tumbuh dengan baik adalah sebagai berikut:

1. Kenali usia perkembangan anak

Kebanyakan kita tanpa disadari berpikir bahwa anak-anak sama dengan kita, orang dewasa. Kita berpikir bahwa mereka mestinya tahu apa yang kita inginkan lewat apa yang kita katakan. Banyak pembimbing (orang tua, guru) yang mengeluh, karena anaknya sudah diberitahu berulang kali tentang hal yang dilarang, tetapi tetap dilakukan juga. Seolah-olah mereka memang bandel. Benarkah demikian?
Banyak kesalahpahaman dalam pembimbingan terjadi karena kekurangmengertian pembimbing mengenai tahap-tahap perkembangan anak. Setiap tahap perkembangan menghasilkan pola-pola reaksi yang berbeda dari anak, dan ini juga menuntut perbedaan pola pembimbingan/pengasuhan. Anak kecil sebagian besar tidak cukup hanya diberi peringatan berupa kata-kata saja, namun perlu ada bentuk-bentuk yang lain.Orang tua sering kali kurang berani melakukan tindakan fisik (memukul pantat misalnya) terhadap anaknya yang masih batita. Mereka hanya melarang dengan kata-kata, padahal anak masih belum paham sebagian besar arti dari larangan tersebut, sehingga mereka tetap melakukan saja apa yang mereka inginkan. Untuk memahami anak di setiap usia perkembangan, sudah ada banyak buku/majalah yang ditulis dengan bahasa populer yang bisa dipakai sebagai acuan.


2. Beri kesempatan anak untuk memikirkan akibat perbuatannya

Anak-anak sedini mungkin perlu dilatih untuk memahami hubungan antara perilakunya dengan konsekuensi yang didapat. Dengan demikian nantinya anak-anak akan belajar untuk berhati-hati dalam bertingkah laku karena sudah terbiasa untuk memikirkan resiko dari perbuatan yang dilakukannya. Cara ini bisa dilakukan bila kita memberitahukan terlebih dulu akibat yang diperoleh anak bila dia melakukan tingkah laku tertentu. Misal: beri anak waktu untuk berpikir sebelum dia melakukan sesuatu. (c/ diberi hitungan). Ini membawa manfaat bagi anak untuk mulai berlatih mengontrol keinginannya sendiri dari dalam, bukan karena faktor dari luar.


3. Belajar mengubah cara-cara yang keliru dalam pembimbingan/Pengasuhan

Sering pembimbingan menjadi tidak efektif karena cara yang digunakan kurang tepat. Yang paling umum terjadi adalah perintah, larangan atau pesan yang disampaikan kepada anak terlalu umum dan kurang khusus/spesifik sehingga memungkinkan penafsiran yang luas bagi anak. Misal, mengatakan kepada anak: “Jangan nakal, yaa!” Padahal yang dimaksud adalah jangan memanjat pohon tanpa sepengetahuan kita. Akibatnya, anak menjadi salah tingkah, mungkin justru melakukan hal yang sebenarnya kita larang karena itu menurutnya bukan perbuatan nakal, atau bahkan membentuknya menjadi pribadi yang pasif dan penakut karena menurutnya perintah itu berarti dia tidak boleh melakukan apapun!
Juga kita sering kali menggunakan bahasa “tuduhan” kepada anak dalam menyampaikan suatu hal. Padahal, siapapun orangnya biasanya spontan akan membela diri bila merasa diserang. Alangkah baiknya kita mulai mengganti bahasa tuduhan tersebut dengan bahasa yang melatih anak untuk berempati, sehingga memberi rangsangan kepada dia untuk memahami orang lain.

4. Seimbangkan antara kritikan dan pujian

Seringkali pembimbing/orang tua kurang menyadari bahwa mereka terlalu banyak menuntut dan mengkritik anak dibanding dengan memberi pujian. Misal, anak selama di sekolah telah mulai bersikap proaktif, namun karena pada akhir jam pengajaran dia rewel, orang tua justru memberi perhatian dan mengkritik rewelnya. Akibatnya, sikap proaktif yang mulai ditunjukkan menjadi tidak berarti bagi anak dan anak mungkin akan mengembangkan gambaran diri yang negatif.


5.Tegakkan disiplin yang konsisten

Prinsip yang kelima ini menjadi penting karena justru menjadi inti pengasuhan yang efektif. Pengasuh harus menerapkan aturan yang jelas dan konsisten dari waktu ke waktu, sehingga anak betul-betul berhasil membatinkan aturan tersebut. Konsisten di sini juga dalam pengertian, apa yang dikatakan oleh orang tua harus dilakukan/terjadi. Misal, dalam menjanjikan suatu hadiah atau memberikan ancaman hukuman. Oleh karena itu pengasuh pun harus berhati-hati dalam memberikan janji atau mengeluarkan suatu ancaman.

Kamis, 11 November 2010

Tugas V-class Pemrog.Berorientasi Objek

###############
RYAN ZULHAM P
111 08 765
3 KA 16
###############

1. Buatlah sebuah superclass yang bernama Kendaraan, dimana kendaraan mempunyai : Roda, kemudi(stang), sadel, dan mempunyai action : jalankan, rem

A. Buatlah subclass Motor yang inherit superclass Kendaraan, dengan atribut jumlahroda=2, dan mempunyai method tambahan jumping.

B. Buatlah subclass Mobil yang inherit superclass Kendaraan, dengan attribute jumlahroda=4 dan mempunyai method tambahan mudur.

2. Buatlah class sederhana yang di dalamnya terkandung information hiding dan encapsulation!

Jawab :
1
A) class Kendaraan {
private String Roda;
private String Stang;
private String Sadel;
public Kendaraan (String Roda, String Stang, String Sadel)
{
this.Roda = Roda;
this.Kemudi = Stang;
this.Sadel = Sadel;
}
public void info()
{
System.out.println("Kendaraan memiliki: " + this.Roda);
System.out.println("Kendaraan memiliki : " + this.Stang);
System.out.println("Kendaraan memiliki : " + this.Sadel);
}
}
class Motor extends Kendaraan
{
private static int jmlRoda = 2;
public Motor (String Roda, String Stang, String Sadel, int jmlRoda)
{
super (Roda, Stang, Sadel);
jmlRoda++;
}
public void info()
{
System.out.println("Jumlah Roda : " + jmlRoda);
super.info();
}
}
class MotorTest
{

public static void main(String[] args)
{
Motor obj1 = new Motor("Roda","Stang","Sadel",2);
obj1.info();
System.out.println("Method tambahan Jumping");
}
}

B) class Kendaraan {
private String Roda;
private String Kemudi;
private String Sadel;
public Kendaraan (String Roda, String Kemudi, String Sadel)
{
this.Roda = Roda;
this.Kemudi = Kemudi;
this.Sadel = Sadel;
}
public void info()
{
System.out.println("Kendaraan mempunyai : " + this.Roda);
System.out.println("Kendaraan mempunyai : " + this.Kemudi);
System.out.println("Kendaraan mempunyai : " + this.Sadel);
}
}
class Mobil extends Kendaraan
{
private static int jmlRoda = 4;
public Mobil (String Roda, String Kemudi, String Sadel, int jmlRoda)
{
super (Roda, Kemudi, Sadel);
jmlRoda++;
}
public void info()
{
System.out.println("Jumlah Roda : " + jmlRoda);
super.info();
}
}
class MobilTest
{
public static void main(String[] args)
{
Mobil obj1 = new Mobil("Roda","Kemudi","Sadel",4);
obj1.info();
System.out.println("Method tambahan mundur");
}
}


2. Buatlah class sederhana yang di dalamnya terkandung information hiding dan encapsulation

Segitiga.java
public class Segitiga{
private double alas; //atribute yang di hide
private double tinggi; //atribut yang di hide
public Segitiga (){
alas =0;
tinggi=0;
}
private double luas(double a, double t){
return ((a*t)/2);
)
public void setAlas (double alas) {
this.alas=alas;
}
public void setTinggi (double tinggi){
this.tinggi=tinggi;
}
public double getAlas (){
return alas;
public double getTinggi (){
return tinggi;
}
public double getLuas () {
return luas (alas, tinggi);
}
}
MainSegitiga.java
public class MainSegitiga{
public static void main (string [] args){
Segitiga sg = new Segitiga ();
sg.setAlas(10);
s g.setTinggi (12);
System.out.println(“Alas :”+ sg.getAlas ());
System.out.println(“Tinggi :”+ sg.getTinggi ());
System.out.println(“Luas :”+ sg.getLuas ());
}
}

Selasa, 02 November 2010

Cermin seekor Burung (karangan non-standard)

Ketika musim kemarau baru saja mulai. Seekor burung pipit mulai merasakan tubuhnya kepanasan, lalu mengumpat pada lingkungan yang dituduhnya tidak bersahabat. Dia lalu memutuskan untuk meninggalkan tempat yang sejak dahulu menjadi habitatnya, terbang jauh ke utara, mencari udara yang selalu dingin dan sejuk.

Benar, pelan pelan dia merasakan kesejukan udara, makin ke utara makin sejuk, dia semakin bersemangat memacu terbangnya lebih ke utara lagi.

Terbawa oleh nafsu, dia tak merasakan sayapnya yang mulai tertempel salju, makin lama makin tebal, dan akhirnya dia jatuh ke tanah karena tubuhnya terbungkus salju.

Sampai ke tanah, salju yang menempel di sayapnya justru bertambah tebal. Si burung pipit tak mampu berbuat apa apa, menyangka bahwa riwayatnya telah tamat.

Dia merintih menyesali nasibnya. Mendengar suara rintihan, seekor kerbau yang kebetulan lewat menghampirinya. Namun si burung kecewa mengapa yang datang hanya seekor kerbau. Dia menghardik si kerbau agar menjauh dan mengatakan bahwa makhluk yang tolol tak mungkin mampu berbuat sesuatu untuk menolongnya.

Si kerbau tidak banyak bicara, dia hanya berdiri, kemudian kencing tepat di atas burung tersebut. Si burung pipit semakin marah dan memaki maki si kerbau. Lagi-lagi si kerbau tidak bicara, dia maju satu langkah lagi, dan mengeluarkan kotoran ke atas tubuh si burung. Seketika itu si burung tidak dapat bicara karena tertimbun kotoran kerbau. Si Burung mengira lagi bahwa mati tak bisa bernapas.

Namun perlahan lahan, dia merasakan kehangatan, salju yang membeku pada bulunya pelan-pelan meleleh oleh hangatnya tahi kerbau, dia dapat bernapas lega dan melihat kembali langit yang cerah. Si burung pipit berteriak kegirangan, bernyanyi keras sepuas puasnya.

Mendengar ada suara burung bernyanyi, seekor anak kucing menghampiri sumber suara, mengulurkan tangannya, mengais tubuh si burung dan kemudian menimang nimang, menjilati, mengelus dan membersihkan sisa-sisa salju yang masih menempel pada bulu si burung. Begitu bulunya bersih, si burung bernyanyi dan menari kegirangan, dia mengira telah mendapatkan teman yang ramah dan baik hati.

Namun apa yang terjadi kemudian, seketika itu juga dunia terasa gelap gulita bagi si burung, dan tamatlah riwayat si burung pipit ditelan oleh si kucing.

Hmm… tak sulit untuk menarik garis terang dari kisah ini, sesuatu yang acap terjadi dalam kehidupan kita: halaman tetangga tampak selalu lebih hijau; penampilan acap menjadi ukuran; yang buruk acap dianggap bencana dan tak melihat hikmah yang bermain di sebaliknya; dan merasa bangga dengan nikmat yang sekejap. Burung pipit itu adalah cermin yang memantulkan wajah kita…

Selasa, 19 Oktober 2010

Karangan Formal/standard (pidato pendidikan)

Assalamualaikum wr.wb

Pertama-tama kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah memberi nikmat jasmani dan karunia-Nya sehingga kami semua dapat berkumpul bersama-sama. Shalawat serta salam tetap kami curahkan kepada Nabi Besar kita Baginda Rasullulah SAW. Yang telah menuntun kita semua dari zaman kegelapan sampai ke zaman yang terang benderang ini.

Kepada Yth. Bapak Kepala sekolah SMA mutiara Bekasi. Yth. Ibu dan bapak Guru beserta staff SMA mutiara bekasi,Baiklah untuk mempersingkat waktu dan tempat saya berdiri di depan ini untuk membawakan sebuah pidato yang bertemakan “Pendidikan”.

Pendidikan sangatlah penting bagi setiap orang,dengan kita mengenyam pendidikan masa depan kita akan terarah dan tidak akan kalah saing di era globalisasi ini.Banyak orang yang beranggapan bahwa pendidikan itu hanyalah formalitas semata,padahal maksud dari pendidikan itu sendiri adalah untuk membuka wawasan dan memberikan kita bekal yang pastinya akan berguna untuk masa depan kita.

Namun,yang sering menjadi kendala dalam mengenyam pendidikan adalah masalah biaya,banyak orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya namun karena masalah biaya mereka mengurungkan niatnya untuk menyekolahkan anaknya.Maka dari itulah pemerintah sangat berperan penting dalam dunia pendidikan di indonesia.Pemerintah dapat memberikan beasiswa bagi anak yang tidak mampu ataupun sekolah gratis serta buku pelajaran gratis. Selain pemerintah,masyarakat umum juga dapat ikut serta dalam memajukan pendidikan di indonesia dengan menjadi sukarelawan pengajar di sekola sekolah rakyat.

Mungkin hanya itu yang bisa saya sampaikan dalam pidato ini, kalau ada kesalahan harap maklum karena kita hanya manusia biasa yang tidak luput dari salah. Kurang dan lebihnya saya mohon maaf.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Rabu, 06 Oktober 2010

Tugas Pemrog.Berorientasi Objek

Nama : Ryan Zulham P

Kelas : 3KA16

NPM : 111 08 765

1.sebutkan komponen-komponen yang terdapat dalam java development kit !

Jawab :

- Kompilator (javac)

Berfungsi untuk kompilasi file source code : *.java menjadi *.class

Syntax umum : javac nama_file.java

-Interpreter (java)

Bertugas untuk menjalankan bytecode (*.class)

Syntax umum : java nama_file.class

- Applet Viewer

Digunakan untuk menjalanakan applet viewer, namun sekarang sudah

digantikan browser.

Syntax umum : appletviewer nama_file.html

- Java Debugger

Bertugas untuk melakukan debugging aplikasi java. Syntax umum : jdb option

- Java Class File Diassembler (javap)

Bertugas membuat daftar method dan attribute public dari suatu kelas.

Syntax : javap namaKelas

- Java Header and Stub Generator

Bertugas menerjemahkan bahasa yang ditulis dalam bahasa Java menjadi

bahasa pemrograman C.

Syntax umum : javah namaKelas

- Java Documentation Generator

Menampilkan pustaka kelas, interface, constructor, dan method standard yang

telah dibuat vendor.

Dari hasil instalasi JDK, dokumentasi ini dapat dilihat pada

C:\java\docs\api\index.html dan Dari hasil instalasi Netbeans, dapat dilihat

pada C:\Program Files\NetBeans3.6\doc\junit\index.html

- Source Code Java API

Source code ini dapat diperoleh dari file src.zip.

2.apa yang dimaksud dengan token dan identifier ?

Jawab :

-Token adalah elemen terkecil di program yang masih memiliki arti. Ada 5 token dalam

bahasa Java yaitu identifier, keyword, literal dan tipe data, operator, serta

separator.

-identifier adalah token yang merepresentasikan nama sesuatu. Sesuatu

tersebut adalah variabel, atau konstanta, atau method, atau kelas, atau package,

atau interface.

3. Sebutkan kegunaan dari operator , separator, keyword break dan keyword

Continue !

Jawab :

Operator , melakukan komputasi terhadap satu/dua objek data. Operan yang

dioperasikan dapat berupa literal, variabel, atau nilai yang dikirim method.

Separator, menginformasikan ke compiler java mengenai adanya kelompok

kode program.

keyword break, yaitu untuk keluar dari kendali percabangan switch, dan untuk keluar dari

kendali perulangan.

Keyword contiunue, yaitu keyword ini untuk segera lompat ke perulangan berikutnya.

4. Buatlah program yang menampilkan tulisan “belajar java memang mudah jika dilakukan dengan tekun” !

Jawab :

class Latihan1 {
public static void main(String args[]) {
System.out.println("Belajar Java memang mudah jika dilakukan dengan tekun");
}
}

5. Buatlah contoh program dengan menggunakan keyword break dan keyword continue !

Jawab :

Contoh keyword break :

class keyBreak {
public static void main(String args[]) {
int i=0;
do {
i=i+2;
System.out.println(“ryan zulham”);
if (i==10) break; //Penggunaan Break
} while (i<=20);
}
}

output :

ryan zulham

ryan zulham

ryan zulham

ryan zulham

ryan zulham

contoh keyword continue :

class keyContinue {
public static void main(String args[]) {
int j=11;
do {
j–;
if (j==7) continue; //Penggunaan Continue
System.out.println(“baris ke ” +j);
if (j==5) break;
} while (j>=0);
}
}

output :

baris ke 10
baris ke 9
baris ke 8
baris ke 6
baris ke 5

Kamis, 30 September 2010

Ragam Dan Laras Bahasa

1. Ragam Dan Laras Bahasa

Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara (Bachman, 1990). Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik (mempunyai prestise tinggi), yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi.

Menurut Dendy Sugono (1999 : 9), bahwa sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi remi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku.

Ditinjau dari media atau sarana yang digunakan untuk menghasilkan bahasa, yaitu (1) ragam bahasa lisan, (2) ragam bahasa tulis. Bahasa yang dihasilkan melalui alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar dinamakan ragam bahasa lisan, sedangkan bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya, dinamakan ragam bahasa tulis. Jadi dalam ragam bahasa lisan, kita berurusan dengan lafal, dalam ragam bahasa tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan). Selain itu aspek tata bahasa dan kosa kata dalam kedua jenis ragam itu memiliki hubungan yang erat. Ragam bahasa tulis yang unsur dasarnya huruf, melambangkan ragam bahasa lisan. Oleh karena itu, sering timbul kesan bahwa ragam bahasa lisan dan tulis itu sama. Padahal, kedua jenis ragam bahasa itu berkembang menjdi sistem bahasa yang memiliki seperangkat kaidah yang tidak identik benar, meskipun ada pula kesamaannya. Meskipun ada keberimpitan aspek tata bahasa dan kosa kata, masing-masing memiliki seperangkat kaidah yang berbeda satu dari yang lain.

1.1 Ragam Bahasa

Di dalam bahasa Indonesia disamping dikenal kosa kata baku Indonesia dikenal pula kosa kata bahasa Indonesia ragam baku, yang alih-alih disebut sebagai kosa kata baku bahasa Indonesia baku. Kosa kata baasa Indonesia ragam baku atau kosa kata bahasa Indonesia baku adalah kosa kata baku bahasa Indonesia, yang memiliki ciri kaidah bahasa Indonesia ragam baku, yang dijadikan tolok ukur yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur bahasa Indonesia, bukan otoritas lembaga atau instansi di dalam menggunakan bahasa Indonesia ragam baku. Jadi, kosa kata itu digunakan di dalam ragam baku bukan ragam santai atau ragam akrab. Walaupun demikian, tidak tertutup kemungkinan digunakannya kosa kata ragam baku di dalam pemakian ragam-ragam yang lain asal tidak mengganggu makna dan rasa bahasa ragam yang bersangkutan.

Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak tertutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat menjadi anutan bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Dalam pada itu perlu yang perlu diperhatikan ialah kaidah tentang norma yang berlaku yang berkaitan dengan latar belakang pembicaraan (situasi pembicaraan), pelaku bicara, dan topik pembicaraan (Fishman ed., 1968; Spradley, 1980).

Menurut Felicia (2001 : 8), ragam bahasa dibagi berdasarkan :

1. Media pengantarnya atau sarananya, yang terdiri atas :

a. Ragam lisan.

b. Ragam tulis.

Ragam lisan adalah bahasa yang diujarkan oleh pemakai bahasa. Kita dapat menemukan ragam lisan yang standar, misalnya pada saat orang berpidato atau memberi sambutan, dalam situasi perkuliahan, ceramah; dan ragam lisan yang nonstandar, misalnya dalam percakapan antarteman, di pasar, atau dalam kesempatan nonformal lainnya.

Ragam tulis adalah bahasa yang ditulis atau yang tercetak. Ragam tulis pun dapat berupa ragam tulis yang standar maupun nonstandar. Ragam tulis yang standar kita temukan dalam buku-buku pelajaran, teks, majalah, surat kabar, poster, iklan. Kita juga dapat menemukan ragam tulis nonstandar dalam majalah remaja, iklan, atau poster.

2. Berdasarkan situasi dan pemakaian

Ragam bahasa baku dapat berupa : (1) ragam bahasa baku tulis dan (2) ragam bahasa baku lisan. Dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis makna kalimat yang diungkapkannya tidak ditunjang oleh situasi pemakaian, sedangkan ragam bahasa baku lisan makna kalimat yang diungkapkannya ditunjang oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan unsur kalimat. Oleh karena itu, dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis diperlukan kecermatan dan ketepatan di dalam pemilihan kata, penerapan kaidah ejaan, struktur bentuk kata dan struktur kalimat, serta kelengkapan unsur-unsur bahasa di dalam struktur kalimat.

Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan kalimat. Namun, hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian, ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur di dalam kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan.

Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis. Kedua ragam itu masing-masing, ragam tulis dan ragam lisan memiliki ciri kebakuan yang berbeda.

Contoh perbedaan ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis (berdasarkan tata bahasa dan kosa kata) :

1. Tata Bahasa

(Bentuk kata, Tata Bahasa, Struktur Kalimat, Kosa Kata)

a. Ragam bahasa lisan :

- Nia sedang baca surat kabar

- Ari mau nulis surat

- Tapi kau tak boleh nolak lamaran itu.

- Mereka tinggal di Menteng.

- Jalan layang itu untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.

- Saya akan tanyakan soal itu

.

b. Ragam bahasa Tulis :

- Nia sedangmembaca surat kabar

- Ari mau menulis surat

- Namun, engkau tidak boleh menolak lamaran itu.

- Mereka bertempat tinggal di Menteng

- Jalan layang itu dibangun untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.

- Akan saya tanyakan soal itu.

2. Kosa kata

Contoh ragam lisan dan tulis berdasarkan kosa kata :

a. Ragam Lisan

- Ariani bilang kalau kita harus belajar

- Kita harus bikin karya tulis

- Rasanya masih terlalu pagi buat saya, Pak

b. Ragam Tulis

- Ariani mengatakan bahwa kita harus belajar

- Kita harus membuat karya tulis.

- Rasanya masih terlalu muda bagi saya, Pak.

Istilah lain yang digunakan selain ragam bahasa baku adalah ragam bahasa standar, semi standar dan nonstandar.

a. ragam standar,

b. ragam nonstandar,

c. ragam semi standar.

Bahasa ragam standar memiliki sifat kemantapan berupa kaidah dan aturan tetap. Akan tetapi, kemantapan itu tidak bersifat kaku. Ragam standar tetap luwes sehingga memungkinkan perubahan di bidang kosakata, peristilahan, serta mengizinkan perkembangan berbagai jenis laras yang diperlukan dalam kehidupan modem (Alwi, 1998: 14).

Pembedaan antara ragam standar, nonstandar, dan semi standar dilakukan berdasarkan :

a. topik yang sedang dibahas,

b. hubungan antarpembicara,

c. medium yang digunakan,

d. lingkungan, atau

e. situasi saat pembicaraan terjadi

Ciri yang membedakan antara ragam standar, semi standar dan nonstandar :

· penggunaan kata sapaan dan kata ganti,

· penggunaan kata tertentu,

· penggunaan imbuhan,

· penggunaan kata sambung (konjungsi), dan

· penggunaan fungsi yang lengkap.

Penggunaan kata sapaan dan kata ganti merupakan ciri pembeda ragam standar dan ragam nonstandar yang sangat menonjol. Kepada orang yang kita hormati, kita akan cenderung menyapa dengan menggunakan kataBapak, Ibu, Saudara, Anda. Jika kita menyebut diri kita, dalam ragam standar kita akan menggunakan kata saya atau aku. Dalam ragam nonstandar, kita akan menggunakan kata gue.

Penggunaan kata tertentu merupakan ciri lain yang sangat menandai perbedaan ragam standar dan ragam nonstandar. Dalam ragam standar, digunakan kata-kata yang merupakan bentuk baku atau istilah dan bidang ilmu tertentu. Penggunaan imbuhan adalah ciri lain. Dalam ragam standar kita harus menggunakan imbuhan secara jelas dan teliti.

Penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata depan (preposisi) merupakan ciri pembeda lain. Dalam ragam nonstandar, sering kali kata sambung dan kata depan dihilangkan. Kadang kala, kenyataan ini mengganggu kejelasan kalimat.

Contoh : (1) Ibu mengatakan, kita akan pergi besok

(1a) Ibu mengatakan bahwa kita akan pergi besok

Pada contoh (1) merupakan ragam semi standar dan diperbaiki contoh (1a) yang merupakan ragam standar.

Contoh : (2) Mereka bekerja keras menyelesaikan pekerjaan itu.

(2a) Mereka bekerja keras untuk menyelesaikan pekerjaan itu.

Kalimat (1) kehilangan kata sambung (bahwa), sedangkan kalimat (2) kehilangan kata depan (untuk). Dalam laras jurnalistik kedua kata ini sering dihilangkan. Hal ini menunjukkan bahwa laras jurnalistik termasuk ragam semi standar.

Kelengkapan fungsi merupakan ciri terakhir yang membedakan ragam standar dan nonstandar. Artinya, ada bagian dalam kalimat yang dihilangkan karena situasi sudah dianggap cukup mendukung pengertian. Dalam kalimat-kalimat yang nonstandar itu, predikat kalimat dihilangkan. Seringkali pelesapan fungsi terjadi jika kita menjawab pertanyaan orang. Misalnya, Hai, Ida, mau ke mana?” “Pulang.” Sering kali juga kita menjawab “Tau.” untuk menyatakan ‘tidak tahu’. Sebenarnya, pĂ«mbedaan lain, yang juga muncul, tetapi tidak disebutkan di atas adalah Intonasi. Masalahnya, pembeda intonasi ini hanya ditemukan dalam ragam lisan dan tidak terwujud dalam ragam tulis.

1.2 Laras Bahasa

Pada saat digunakan sebagai alat komunikasi, bahasa masuk dalam berbagai laras sesuai dengan fungsi pemakaiannya. Jadi, laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan pemakaiannya. Dalam hal ini kita mengenal iklan, laras ilmiah, laras ilmiah populer, laras feature, laras komik, laras sastra, yang masih dapat dibagi atas laras cerpen, laras puisi, laras novel, dan sebagainya.

Setiap laras memiliki cirinya sendiri dan memiliki gaya tersendiri. Setiap laras dapat disampaikan secara lisan atau tulis dan dalam bentuk standar, semi standar, atau nonstandar. Laras bahasa yang akan kita bahas dalam kesempatan ini adalah laras ilmiah.

2. Laras llmiah

Dalam uraian di atas dikatakan bahwa setiap laras dapat disampaikan dalam ragam standar, semi standar, atau nonstandar. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan laras ilmiah. Laras ilmiah harus selalu menggunakan ragam standar.

Sebuah karya tulis ilmiah merupakan hasil rangkaian gagasan yang merupakan hasil pemikiran, fakta, peristiwa, gejala, dan pendapat. Jadi, seorang penulis karya ilmiah menyusun kembali pelbagai bahan informasi menjadi sebuah karangan yang utuh. Oleh sebab itu, penyusun atau pembuat karya ilmiah tidak disebut pengarang melainkan disebut penulis (Soeseno, 1981: 1).

Dalam uraian di atas dibedakan antara pengertian realitas dan fakta. Seorang pengarang akan merangkaikan realita kehidupan dalam sebuah cerita, sedangkan seorang penulis akan merangkaikan berbagai fakta dalam sebuah tulisan. Realistis berarti bahwa peristiwa yang diceritakan merupakan hal yang benar dan dapat dengan mudah dibuktikan kebenarannya, tetapi tidak secara langsung dialami oleh penulis. Data realistis dapat berasal dan dokumen, surat keterangan, press release, surat kabar atau sumber bacaan lain, bahkan suatu peristiwa faktual. Faktual berarti bahwa rangkaian peristiwa atau percobaan yang diceritakan benar-benar dilihat, dirasakan, dan dialami oleh penulis (Marahimin, 1994: 378).

Karya ilmiah memiliki tujuan dan khalayak sasaran yang jelas. Meskipun demikian, dalam karya ilmiah, aspek komunikasi tetap memegang peranan utama. Oleh karenanya, berbagai kemungkinan untuk penyampaian yang komunikatif tetap harus dipikirkan. Penulisan karya ilmiah bukan hanya untuk mengekspresikan pikiran tetapi untuk menyampaikan hasil penelitian. Kita harus dapat meyakinkan pembaca akan kebenaran hasil yang kita temukan di lapangan. Dapat pula, kita menumbangkan sebuah teori berdasarkan hasil penelitian kita. Jadi, sebuah karya ilmiah tetap harus dapat secara jelas menyampaikan pesan kepada pembacanya.

Persyaratan bagi sebuah tulisan untuk dianggap sebagai karya ilmiah adalah sebagai berikut (Brotowidjojo, 1988: 15-16).

1. Karya ilmiah menyajikan fakta objektif secara sistematis atau menyajikan aplikasi hukum alam pada situasi spesifik.

2. Karya ilmiah ditulis secara cermat, tepat, benar, jujur, dan tidak bersifat terkaan. Dalam pengertian jujur terkandung sikap etik penulisan ilmiah, yakni penyebutan rujukan dan kutipan yang jelas.

3. Karya ilmiah disusun secara sistematis, setiap langkah direncanakan secara terkendali, konseptual, dan prosedural.

4. Karya ilmiah menyajikan rangkaian sebab-akibat dengan pemahaman dan alasan yang indusif yang mendorong pembaca untuk menarik kesimpulan.

5. Karya ilmiah mengandung pandangan yang disertai dukungan dan pembuktian berdasarkan suatu hipotesis.

6. Karya ilmiah ditulis secara tulus. Hal itu berarti bahwa karya ilmiah hanya mengandung kebenaran faktual sehingga tidak akan memancing pertanyaan yang bernada keraguan. Penulis karya ilmiah tidak boleh memanipulasi fakta, tidak bersifat ambisius dan berprasangka. Penyajiannya tidak boleh bersifat emotif.

7. Karya ilmiah pada dasarnya bersifat ekspositoris. Jika pada akhirnya timbul kesan argumentatif dan persuasif, hal itu ditimbulkan oleh penyusunan kerangka karangan yang cermat. Dengan demikian, fakta dan hukum alam yang diterapkan pada situasi spesifik itu dibiarkan berbicara sendiri. Pembaca dibiarkan mengambil kesimpulan sendiri berupa pembenaran dan keyakinan akan kebenaran karya ilmiah tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, dari segi bahasa, dapat dikatakan bahwa karya ilmiah memiliki tiga ciri, yaitu :

1. harus tepat dan tunggal makna, tidak remang nalar atau mendua makna

2. harus secara tepat mendefinisikan setiap istilah, sifat, dan pengertian yang digunakan, agar tidak menimbulkan kerancuan atau keraguan

3. harus singkat, berlandaskan ekonomi bahasa.

Disamping persyaratan tersebut di atas, untuk dapat dipublikasikan sebagai karya ilmiah ada ketentuan struktur atau format karangan yang kurang lebih bersifat baku. Ketentuan itu merupakan kesepakatan sebagaimana tertuang dalam International Standardization Organization (ISO). Publikasi yang tidak mengindahkan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam ISO memberikan kesan bahwa publikasi itu kurang valid sebagai terbitan ilmiah (Soehardjan, 1997 : 10). Struktur karya ilmiah (Soehardjan, 1997 : 38) terdiri atas judul, nama penulis, abstrak, pendahuluan, bahan dan metode, hasil dan pembahasan, kesimpulan, ucapan terima kasih dan daftar pustaka. ISO 5966 (1982) menetapkan agar karya ilmiah terdiri atas judul, nama penulis, abstrak, kata kunci, pendahuluan, inti tulisan (teori metode, hasil, dan pembahasan), simpulan, dan usulan, ucapan terima kasih, dan daftar pustaka (Soehardjan, 1997 : 38).

3. Ragam Bahasa Keilmuan

Menurut Sunaryo, (1994 : 1), bahwa dalam berkomunikasi, perlu diperhatikan kaidah-kaidah berbahasa, baik yang berkaitan kebenaran kaidah pemakaian bahasa sesuai dengan konteks situasi, kondisi, dan sosio budayanya. Pada saat kita berbahasa, baik lisan maupun tulis, kita selalu memperhatikan faktor-faktor yang menentukan bentuk-bentuk bahasa yang kita gunakan. Pada saat menulis, misalnya kita selalu memperhatikan siapa pembaca tulisan kita , apa yang kita tulis, apa tujuan tulisan itu, dan di media apa kita menulis. Hal yang perlu mendapat perhatian tersebut merupakan faktor penentu dalam berkomunikasi. Faktor-faktor penentu berkomunikasi meliputi : partisipan, topik, latar, tujuan, dan saluran (lisan atau tulis).

Partisipan tutur ini berupa PI yaitu pembicara/penulis dan P2 yaitu pembaca atau pendengar tutur. Agar pesan yang disampaikan dapat terkomunikasikan dengan baik, maka pembicara atau penulis perlu (a) mengetahui latar belakang pembaca/pendengar, dan (b) memperhatikan hubungan antara pembicara/penulis dengan pendengar/pembaca. Hal itu perlu diketahui agar pilihan bentuk bahasa yang digunakan tepat , disamping agar pesannya dapat tersampaikan, agar tidak menyinggung perasaan, menyepelekan, merendahkan dan sejenisnya.

Topik tutur berkenaan dengan masalah apa yang disampaikan penutur ke penanggap penutur. Penyampaian topik tutur dapat dilakukukan secara : (a) naratif (peristiwa, perbuatan, cerita), (b) deskriptif (hal-hal faktual : keadaan, tempat barang, dsb.), (c). ekspositoris, (d) argumentatif dan persuasif.

Ragam bahasa keilmuan mempunyai ciri :

(1) cendekia : bahasa Indonesia keilmuan itu mampu digunakan untuk mengungkapkan hasil berpikir logis secara tepat.

(2) lugas dan jelas : bahasa Indonesia keilmuan digunakan untuk menyampaikan gagasan ilmiah secara jelas dan tepat.

(3) gagasan sebagai pangkal tolak : bahasa Indonesia keilmuan digunakan dengan orientasi gagasan. Hal itu berarti penonjolan diarahkan pada gagasan atau hal-hal yang diungkapkan, tidak pada penulis.

(4) Formal dan objektif : komunikasi Ilmiah melalui teks ilmiah merupakan komunikasi formal. Hal ini berarti bahwa unsur-unsur bahasa Indonesia yang digunakan dalam bahasa Indonesia keilmuan adalah unsur-unsur bahasa yang berlaku dalam situasi formal atau resmi. Pada lapis kosa kata dapat ditemukan kata-kata yang berciri formal dan kata-kata yang berciri informal (Syafi’ie, 1992:8-9).

Contoh :

Kata berciri formal Kata berciri informal

Korps korp

Berkata bilang

Karena lantaran

Suku cadang onderdil

4. Laras Ilmiah Populer

Laras ilmiah populer merupakan sebuah tulisan yang bersifat ilmiah, tetapi diungkapkan dengan cara penuturan yang mudah dimengerti. Karya ilmiah populer tidak selalu merupakan hasil penelitian ilmiah. Tulisan itu dapat berupa petunjuk teknis, pengalaman dan pengamatan biasa yang diuraikan dengan metode ilmiah. Jika karya ilmiah harus selalu disajikan dalam ragam bahasa yang standar, karya ilmiah populer dapat disajikan dalam ragam standar, semi standar dan nonstandar. Penyusun karya ilmiah populer akan tetap disebut penulis dan bukan pengarang, karena proses penyusunan karya ilmiah populer sama dengan proses penyusunan karya ilmiah. Pembedaan terjadi hanya dalam cara penyajiannya.

Seperti diuraikan di atas, persyaratan yang berlaku bagi sebuah karya ilmiah berlaku pula bagi karya ilmiah populer. Akan tetapi, dalam karya ilmiah populer terdapat pula persoalan lain, seperti kritik terhadap pemerintah, analisis atas suatu peristiwa yang sedang populer di tengah masyarakat, jalan keluar bagi persoalan yang sedang dihadapi masyarakat, atau sekedar informasi baru yang ingin disampaikan kepada masyarakat.

Jika karya ilmiah memiliki struktur yang baku, tidak demikian halnya dengan karya ilmiah populer. Oleh karena itu, karya ilmiah populer biasanya disajikan melalui media surat kabar dan majalah, biasanya, format penyajiannya mengikuti format yang berlaku dalam laras jurnalistik. Pemilihan topik dan perumusan tema harus dilakukan dengan cermat. Tema itu kemudian dikerjakan dengan jenis karangan tertentu, misalnya narasi, eksposisi, argumentasi, atau deskripsi. Secara lebih rinci lagi, penulis dapat mengembangkan gagasannya dalam berbagai bentuk pengembangan paragraf seperti pola pemecahan masalah, pola kronologis, pola perbandingan, atau pola sudut pandang.